Banyak sumbangan yang telah diberikan oleh
Kemenegpora kita terhadap perkembangan OR di Indonesia agar setidaknya
mampu berbenah diri terhadap tuntutan perkembangan OR di dunia
Internasional. Tidak hanya mengenai Prestasi Olahraga, tetapi juga
bidang olahraga lainnya yang berbasis pendidikan, berbasis teknologi,
berbasis kesehatan, dan berbasis rekreasi juga sudah mulai berbenah.
Kemenegpora yang mempunyai 5 deputi dibidang masing2 beserta Asisten
deputi”nya sudah mulai menggarap hal tersebut. Mengenai prestasi
olahraga, ironis memang kalau kita melihat prestasi olahraga bangsa
kita dibandingkan dengan Negara lain. Banyak sekali faktor yang
mempengaruhinya. Mari kita cermati bersama.
Prestasi olahraga Indonesia, tentunya tidak hanya ditentukan oleh jerih payah dan kinerja pelatih bersama atlet saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor” pendukung lainnya. Benar, Pelatih dan Atlet adalah ujung tombak penentu dalam pencapaian sebuah prestasi. Tetapi sungguh ironis melihat tugas para Pelatih” Olahraga di Indonesia. Selain dituntut untuk bisa membuat Program Latihan yang baik dan benar, mereka juga dituntut untuk menguasai ilmu” pendukung lainnya seperti Anatomi dan Fisiologi Manusia, Gizi Olahraga, Teknologi Olahraga, Psikologi Olaharaga, Biomekanika Gerak, Kedokteran Olahraga bahkan harus rela untuk menjadi tukang pijit bagi atletnya.
Kita (Para Sarjana Olahraga) adalah contoh hasil cetakan Program Studi Olahraga yang telah mengikuti pendidikan Sarjana Kesehatan Olahraga di Universitas. Mari kita koreksi diri kita. Yakinkah kita bahwa selama mengikuti pendidikan sarjana, kita sudah menguasai semua hal” tersebut diatas ? Seberapa pahamkah kita terhadap ilmu” tersebut ? Alhasil, para Sarjana Olahraga masih harus mencari sendiri dan mengembangkan kemampuan mereka lagi untuk bisa menguasai beberapa bidang keilmuan tersebut.
Prestasi olahraga Indonesia, tentunya tidak hanya ditentukan oleh jerih payah dan kinerja pelatih bersama atlet saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor” pendukung lainnya. Benar, Pelatih dan Atlet adalah ujung tombak penentu dalam pencapaian sebuah prestasi. Tetapi sungguh ironis melihat tugas para Pelatih” Olahraga di Indonesia. Selain dituntut untuk bisa membuat Program Latihan yang baik dan benar, mereka juga dituntut untuk menguasai ilmu” pendukung lainnya seperti Anatomi dan Fisiologi Manusia, Gizi Olahraga, Teknologi Olahraga, Psikologi Olaharaga, Biomekanika Gerak, Kedokteran Olahraga bahkan harus rela untuk menjadi tukang pijit bagi atletnya.
Kita (Para Sarjana Olahraga) adalah contoh hasil cetakan Program Studi Olahraga yang telah mengikuti pendidikan Sarjana Kesehatan Olahraga di Universitas. Mari kita koreksi diri kita. Yakinkah kita bahwa selama mengikuti pendidikan sarjana, kita sudah menguasai semua hal” tersebut diatas ? Seberapa pahamkah kita terhadap ilmu” tersebut ? Alhasil, para Sarjana Olahraga masih harus mencari sendiri dan mengembangkan kemampuan mereka lagi untuk bisa menguasai beberapa bidang keilmuan tersebut.
Faktor lainnya yang berpengaruh adalah bahwa di Indonesia belum ada
Spesifikasi Keilmuan dibidang hal” tersebut diatas. Kita ambil contoh.
Di Indonesia, apabila ada anak muda yang kuliah di Jurusan Olahraga,
asumsi kebanyakan orang akan memprediksikan bahwa anak tersebut kalau
tidak jadi guru ya jadi pelatih. Selain itu, mereka berasumsi bahka
kita hanya belajar bagaimana menendang bola, bagaimana mengajarkan
orang yang belum bisa berenang menjadi bisa, dsb. Hal itu dikarenakan
di Indonesia sampai saat ini baru memiliki 3 spesifikasi keilmuan
dibidang olahraga saja yaitu Pendidikan Kepelatihan Olaharaga (PKLO),
Pendidikan Jasmani, Kesahatan dan Rekreasi (PJKR) serta Ilmu
Keolahragaan (IKORA). Hal itu tentunya sangat belum cukup untuk bisa
membentuk penanaman keilmuan terhadap para lulusan”nya. Kalau kita liat
di Negara” eropa (Jerman, English, Amerika) bahkan di beberapa Negara
tetangga kita sudah ada program Studi Spesifikasi seperti Sport
Technologie, Exercise and Coaching Science, Sport Medicine, Perfomance
of Sport Analysis, dsb. Tidak hanya spesifikasi keilmuan dibidang
prestasi olahraga saja, dibidang kesehatan olahragapun sudah mulai
dibuka Sport Movement for Eldery People (diperuntukkan utk orang yang
sdh berusia lanjut agar tetap sehat), Sport Prevention and
Rehabilitation, bahkan ilmu mengenai Sport Economic dan Sport Industry
pun sudah mereka kuasai. Kalau kita amati negara“ eropa, atau negara“
tetangga kita seperti Singapore, Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam,
mereka sudah sangat memperhatikan akan hal ini, dan sdh banyak ahli“
nya.
Alhasil dengan perkembangan dunia keilmuan olaharaga di Indonesia yang
masih seperti sekarang ini, yang didapatkan bukannya sebuah
Profesionalitas kerja seorang pelatih melainkan hanyalah pekerjaan yang
untung”an. Program yang diberikan oleh pelatihpun memiliki validitas
keberhasilan yang kecil terhadap capaian prestasi atlet, karena
kurangya alat dan ahli pendukung untuk bisa mengetahui validitas dari
sebuah program latihan terhadap prestasi yang akan diraih. Kalaupun
berhasil pasti akan memerlukan waktu yang lama untuk bisa mencapainya
karena harus selalu mencoba metode satu per satu, itupun dengan
catatan bahwa Atlet dan Pelatih harus terus senantiasa berlatih secara
kontinyu tanpa mengenal putus asa dan berusaha untuk terus
mengevaluasi dan memperbaiki program latihan.
Kondisi itu sangatlah berbeda dengan Negara” tetangga kita. Seorang
pelatih disana, tatkala memerlukan sebuah alat ukur untuk mengukur
kemampuan dan perkembangan atletnya tinggal berdiskusi dengan para ahli
di bidang Sport Technologie atau Sport Biomoechanik, maka akan ada
solusi alat ukur terbaru dan metode latihan yang baru. Belum masalah“
yang lainnya seperti cedera olahraga, jika memerlukan operasi para
dokter“ olahraga akan segera melakukan operasi shg segera bisa segera
berlatih kembali dan masih bisa terus berlatih untuk meraih prestasi
yang maksimal. Saya ambil contoh dibidang atletik khususnya nomor lari
100m. Sebelum membuat program latihan untuk atlet, seorang pelatih
melaksanakan Tes Biomotorik (Parameter Test) kepada si atlet baik
mengenai komponen kondisi fisik mereka seperti kekuatan, kecepatan ,
Daya Tahan, flexibilitas, dsb. Selain itu akan dilakukan juga analisis
biomekanik tentang kualitas tekniknya. Setelah semua data didapat,
bisa dipastikan si pelatih tersebut akan mengalami kesulitan tatkala
harus menganalisa parameter event spesificnya. Untuk analisis
Tekniknya, Dia harus mengetahaui berapa detik yang bisa ditempuh oleh
atletnya setiap 10m dalam 100m nya, berapa panjang langkah atlet
tersebut, pada meter keberapakah terjadi fase penurunan kecepatan lari
atlet tersebut, smp meter ke berapa si atlet bisa mempertahankan
kecepatan maksimal, Apakah ada gerakan2 lain yang menyebabkan
resistensi terhadap keceptaan, dsb ? Semua itu bisa didapatkan apabila
kita punya sebuah alat ukur yang bisa mengambil data tersebut sekali
tempuh. Kita sudah memeiliki bbrp alat tersebut tapi itu sangatlah
belum cukup. Selain itu, untuk analisis kemampuan Fisiologisnya,
Pelatih harus bisa mengetahui berapa kekuatan maksimal dia dan smp
berapa bisa dinaikkan lagi, Sudah Optimal kah Kinerja Jantung dan
Paru2 mereka saat melakukan latihan maksimal, Brp Mmol Asam Laktak
yang diproduksi pada saat melakukan beban maksimal, Bagaimana kemampuan
Respiratorinya, Berapa O2 yang dihirup dan Berapa CO2 yang
dikeluarkan saat berlatih, Sudah Optimalkah semuanya itu ? Apabila
seorang pelatih bisa dibantu untuk mendapatkan semua data penting dari
atlet tersebut, tentunya akan sangat mempermudah pelatih tersebut
untuk membuat program latihan terutama mengenai berapa Volume latihan
yang akan diberikan, Berapa Intensitas Latihan, dsb yang tentunya
didasarkan tes parameter yang sudah dilakukan sebelumnya sehingga akan
bisa mencegah terjadinya Overload Training dan validitas
keberhasilannya pun tentunya sangat tinggi.
Beberapa Tahun terakhir, Kita sudah mengeluarkan ratusan juta bahkan
sampai milyaran rupiah untuk membeli beberapa alat ukur tersebut.
Beberapa Universitas di Indonesia yang memiliki Jurusan/Fakultas
Olahraga sudah mendapatkan beberapa alat tersebut. Pertanyaan
sederhana, apakah alat2 itu akan bisa dioperasionalkan secara maksimal
apabila kita tidak memiliki SDM yang mampu mengoperasionalkan alat itu
secara optimal ? Apakah kita akan terus mendatangkan ahli dari Luar
Negeri ? Mendatangkan pelatih asing tentunya akan sangat mahal
biayanya. Selain itu, kita tidak akan bisa mendapatkan ilmu tersebut
secara maksimal. karena kontrak yang pasti akan ada akhirnya. Kenapa
kita tidak berfikir untuk memberikan beasiswa pada para Atlet atau
Sarjana Olahraga yang tentunya mempunyai Prestasi Bagus untuk menempuh
Studi Lanjut di Luar Negeri ? Coba bayangkan, apabila tiap tahun
kita mengirimkan 10 Sarjana Olahraga atau atlet2 berprestasi ke Luar
Negeri untuk melanjutkan studi mereka di bidang ilmu yang terkait
dengan Olahraga, Dalam kurun waktu kurang dari 3 kali pelaksanaan PON,
kita sudah akan mempunyai Lebih dari 100 Orang Pakar2 Olahraga baik
dibidang Sport technologie, Exercise and Coaching Science, Sport
Biomechanik, Sport Industry, Sport Medicine, Sport for Eldery People,
dsb.
Kita tidak perlu berkecil hati dengan keadaan seperti sekarang ini.
Dibawah kepemimpinan Adyaksa Dault dan dilanjutkan oleh Andi
Malarangeng, Kemenegpora skrg sudah mulai berbenah. Beberapa kali
Kemegpora melakukan studi banding untuk mengetahui bagaimana
perkembangan olahraga di negara luar salah satunya di DOSB (Deutsche
Organisation Sportbund) Köln, Jerman pada tahun 2007, dan IAT (Institut
für Angewandte Trainingswissenschaft ) atau Institute for Applied
Training Science, University of Leizig Jerman akhir 2009. Mudah2an
Hasil dari studi banding tersebut, bisa segera dijadikan acuan untuk
mulai berbenah demi Kemajuan Olahr`ga. Selain itu Kemengpora sudah
bersiap memulai dengan gebrakan baru mengenai perkembangan Olahraga
Indonesia. Salah satunya adalah, kerjasama dengan DIKTI / Indonesia
DGHE (Directorate General Higher Education) yang merencanakan untuk
membuka beberapa program studi baru dibidang olahraga khususnya untuk
Master degree. Di ITB, sudah merencananakan akan dibukanya Master
Teknologi Terapan Olahraga (Sport technologie), UNJ sdh ada Manajemen
Olahraga (Sport management), UNY sudah ada Master olahraga usia dini.
Salah satu gebrakan yang istimewa adalah sudah adanya spesialis
kedokteran baru di UI yaitu kedokteran olahraga. Program ini khusus
untuk para dokter2 kita. Artinya spesialis kedokteran ini setara
dengan spesialis lainnya, seperti spesialis bedah, spesialis
kandungan, dsb tetapi lebih dominan untuk bidang sport. Selain itu
program PhD dibidang Faal olahraga juga akan segera direncanakan di
buka di Udayana.
Satu hal yang bisa kita ambil disini, bahwa saat ini peluang kita untuk
menjadi ahli“ dibidang itu sangatlah terbuka. Kompitisi sangat
terbuka karena bisa dipastikan bahwa pengembangan dunia olahraga
kedepan sangatlah pesat dan akan banyak dibutuhkan beberapa ahli dan
praktisi di bidang Olahraga. Sadar atau tidak, peluang para Sarjana
Olahraga untuk berkompetisi sangatlah besar. Selain mereka sudah
memiliki academic background yang sesuai, tidak banyak orang yang tau
bahwa dunia Olahraga ini sekarang sedang menjadi incaran banyak orang
karena penghargaan yang diberikan terhadap keahlian dibidang olahraga
sudah mulai menjanjikan. Liat saja para Sarjana Olahraga yang menjadi
instruktur senam aerobic, fitness, dsb. Berapa rupiah yang bisa mereka
hasilkan dari Professionalisme mereka. Apalagi kalau mereka bisa
memaksimalkan fungsinya sebagai pelatih bahkan bisa menjadi Pelatih di
Progam PAL dari kemengpora, yang tentunya insentiv yang diterima
mendekati 10 juta per bulan. Selain itu, utk para Pelatih Pelatda PON
saat ini sdh saja rata2 insentiv yang bisa diterima mencapai angka 4
jutaan/bulan. Apalagi kalau kita bisa menjadi pelatih fisik disebuah
klub olahraga seperti sepak bola, tenis, bola basket, dsb, bisa
dipastikan kita akan menerima insentiv yang lebih. Selain itu
bercita-cita menjadi atlet ternama nampaknya sekarang sedang menjadi
Trend. Bagaimana tidak. Bayangkan saja, atlet yang berhasil meraih
medali PON saja, bisa mendapatkan bonus sebesar Rp 150 Juta rupiah per
medali emas. Apalagi kalau bisa meraih medali emas di Sea Games,
tentunya uang Rp 200 Juta per medali emas akan mengalir ke kantong
pribadi. Fenomena ini mudah2an sudah dipertimbangkan dengan masak2 oleh
petinggi kita. Sebegai referensi saja, bahwa Thailand hanya memberikan
bonus sebesar Rp 50 Juta rupiah saja, kepada atlet mereka yang
berhasil meraih medali emas. Mereka lebih fokus pada pendanaan dibidang
peralatan latihan, pengiriman atlet ke Luar Negeri dsb. Memberikan
bonus kepada atlet yang berprestasi tentunya harus diperhatikan. Tetapi
akankah sistim bonus yang semakin besar ini bisa berjalan terus ?
Apabila kemenegpora diberikan dana 10 Triliun, Mana yang kira2 lebih
harus diperhatikan untuk kemajuan Olahraga di Indonesia. Memberikan
bonus yang sangat besar sampai menghabiskan dana yang berpuluh2 milyar
atau dana itu dipriotitaskan untuk melengkapi peralatan yang dibutuhkan
dan membentuk SDM untuk jangka panjang ? By the way, apapun
keputusannya mudah2an Prestasi Olahraga di Indonesia bisa segera
kembali ke puncak kejayaanya. Mdh2an Sea Games 2011 di Indonesia akan
menjadi moment titik balik pencapaian kembali prestasi indonesia di Asia
tenggara setelah terlepas dari genggaman kita sejak lbh dari 10 thn
terakhir. Bagaimana menurut anda mengenai fenomena bonus atlet
Indonesia ?
BRAVO OLAHRAGA INDONESIA..!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar